Jumat, 12 Juni 2009

LABORATORIUM KIMIA FISIKA

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

LEMBAR PENGESAHAN

NAMA / NIM : MHD. DARWIS MUNTHE / 070405023

KELOMPOK : XIX ( SEMBILAN BELAS )

MODUL : KESETIMBANGAN UAP-CAIR

TGL. PERCOBAAN : 25 APRIL 2009


Medan, 2009

Dosen,

( Maulida MT, M.Sc )

LABORATORIUM KIMIA FISIKA

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

LEMBAR PENUGASAN

NAMA / NIM : 1. EDO RIZQON PRATAMA / 070405019

2. MHD. DARWIS MUNTHE / 070405023

3. CHRISTY / 070405044

4. HASUDUNGAN / 080405108

KELOMPOK : XIX ( SEMBILAN BELAS )

MODUL : KESETIMBANGAN UAP-CAIR

TGL. PERCOBAAN : 25 APRIL 2009

Larutan biner 40 ml HAc : 70 ml air

NaOH 1 N 250 ml

Kenaikan suhu setiap 2OC


Medan, 2009

Asisten,

( ROSSI WEDANA TARIGAN )

LABORATORIUM KIMIA FISIKA

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

LAPORAN SEMENTARA

NAMA / NIM : 1. EDO RIZQON PRATAMA / 070405019

2. MHD. DARWIS MUNTHE / 070405023

3. CHRISTY / 070405044

4. HASUDUNGAN / 080405108

KELOMPOK : XIX (SEMBILAN BELAS)

MODUL : KESETIMBANGAN UAP-CAIR

TGL. PERCOBAAN : 25 APRIL 2009

A. Data Percobaan

Larutan NaOH : 1 N

Larutan biner : 110 ml

Larutan aquadest : 70 ml

Larutan asam asetat : 40 ml

Densitas : 0,872 gr/ml

Tempratur destilat pertama kali (T1) : 103 0C

B. Hasil Percobaan

T (°C)

Vol. Destilat (ml)

Vol. NaOH (ml)

Massa Destilat (gr)

Densitas

(gr/ml)



105

23

21,7

21,82

0,949


107

20

22

18,18

0,909


109

19

23,4

16,91

0,89



Medan, 2009

Asisten,

( ROSSI WEDANA TARIGAN )

Medan, 2009

Asisten,

( ROSSI WEDANA TARIGAN )

KATA PENGANTAR

Puji syukur praktikan ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmat-Nya sehingga praktikan dapat melaksanakan praktikum dan pembuatan laporan pada Praktikum Kimia Fisika di Laboratorium Kimia Fisika, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara dengan baik.

Laporan ini praktikan susun berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan di dalam Laboratorium Kimia Fisika, Departemen Teknik Kimia, Universitas Sumatera Utara dan ditambahkan dengan teori-teori kimia fisika tentang Kesetimbangan Uap-Cair.

Dalam kesempatan ini praktikan ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Orang tua yang telah memberikan bantuan baik materil dan spiritual

2. Kepala Laboratorium Kimia Fisika : Zuhrina Masyithah, ST, MSc

3. Abang dan Kakak asisten Laboratorium Kimia Fisika

4. Teman-teman angkatan 2007 yang telah memberikan saran dan bantuannya kepada praktikan sehingga dapat menyelesaikan laporan ini.

Namun demikian praktikan menyadari apa yang ada dalam laporan ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu adanya kritik dan saran yang membangun sangat membantu dalam penyempurnaan laporan. Akhirnya praktikan berharap semoga laporan ini ada manfaatnya bagi praktikan dan yang membacanya.

Medan, 2009

Praktikan,

( Mhd. Darwis Munthe )

BAB I

APLIKASI

1.1 Aplikasi percobaan

1.1.1 Produksi Paraxylene dan Terepthalic Acid

Xylene adalah hidrokarbon aromatik yang terdiri dari benzen yang berikatan dengan dua metil dan dapat diproduksi melalui reformasi katalitik naphta. Reformasi katalitik naphta menghasilkan campuran xylene yang terdiri dari paraxylene (p-xylene), ortoxylene (o-xylene), metaxylene (m-xylene), dan ethylbenzene. P-xylene adalah isomer yang bernilai jual paling tinggi karena dapat digunakan sebagai bahan baku pada produksi terephthalic acid pada pabrik polyester.

Masalah utama dari pemisahan p-xylene dari m-xylene dan o-xylene ialah dekatnya nilai titik didih ketiga senyawa tersebut yang menyebabkan sulitnya dilakukan distilasi sebagai metode pemisahan. Saat ini telah banyak berkembang teknik untuk memisahkan p-xylene dari kedua isomernya dan sejarah perkembangan teknik pemisahan tersebut diawali dengan kristalisasi. Teknik pemisahan melalui kristalisasi memiliki beberapa kekurangan yaitu hanya dapat dilakukan pada skala yang kecil dan reliabilitas alat-alat yang digunakan rendah. Teknik pemisahan lain yang berkembang ialah adsorpsi selektif. Saat ini, 90% produksi p-xylene dunia menggunakan teknik adsorpsi selektif.

1.1.2 Pemisahan Paraxylene

1.1.2.1 Kristalisasi

CrystPXsm menerapkan teknik kristalisasi 2 tahap dan merupakan hasil pengembangan teknologi awal pemishan p-xylene dengan kristalisasi. Umpan yang berupa campuran xylene dialirkan ke kristalisator tahap pertama. Pada kristalisator tahap pertama terjadi penurunan temperatur sehingga p-xylene yang memiliki titik beku tertinggi membentuk kristal, sedangkan isomer lainnya tetap berfasa cair. Campuran cairan dan kristal tersebut kemudian dialirkan ke sentrifugator sehingga terjadi pengendapan kristal p-xylene membentuk slurry.

Cairan yang terdiri dari o-xylene dan m-xylene dialirkan ke isomerator untuk menghasilkan lebih banyak p-xylene, sedangkan slurry dialirkan ke kolom pelelehan. Pada kolom pelelehan, terjadi pemanasan sehingga kristal p-xylene meleleh. Kemudian, lelehan dialirkan ke kristalisator tahap kedua. Pada kristalisator tersebut kembali terjadi kristalisasi p-xylene. Setelah itu, campuran cairan dan kristal dialirkan ke sentrifugator dan kemudian slurry dialirkan ke bejana pelelehan. Beberapa perusahaan pengembang sejenis ialah BEFS Prokem, Raytheon, BP, Sulzer, dan Axens.

1.1.2.2 Adsorbsi Selektif

Pada proses adsorpsi, p-xylene dan isomer-isomernya dialirkan ke bejana unggun tetap yang berisi molecular sieves yang secara selektif hanya mengadsorpsi p-xylene, sedangkan isomer-isomer lainnya tidak teradsorp dan dialirkan keluar dari bejana adsorpsi. Pelarut yang dapat diregenerasi dialirkan ke bejana adsorpsi dan berfungsi untuk melarutkan p-xylene yang telah teradsorp pada molecular sieves. Setelah proses adsorpsi, pelarut dipisahkan dari p-xylene dengan cara distilasi. Rafinat yang terdiri dari m-xylene dan o-xylene diisomerisasi untuk menghasilkan lebih banyak p-xylene. Teknik pemisahan p-xylene dari isomer-isomer xylene lainnya melalui proses adsorpsi selektif telah dikembangkan oleh Axen’s Eluxyl dan UOP’s Parex (Hidayat, 2008).

Gambar 1.1 Flowchart pembuatan Pararxylene

(Hidayat, 2008)

BAB II

HASIL DAN PEMBAHASAN

2.1 Hasil Percobaan

Larutan biner yang digunakan adalah aquadest 70 ml dan asam asetat 40 ml dan peniter adalah larutan NaOH 1 N 250 ml.

Tabel 2.1 Hasil Percobaan

T (oC)

Volume Destilat (ml)

Volume NaOH (ml)

Massa destilat (gr)

Massa jenis

(gr/ml)

105

23

21,7

21,82

0,949

107

20

22

18,18

0,859

109

19

23,4

16,91

0,890

111

17

25,5

14,96

0,880

113

15

30,5

13,07

0,871

2.2 Pembahasan




2.2.1 Grafik PoH2O -vs- Suhu (Teori)

Gambar 2.1 Grafik poH2O -vs- Suhu (Teori)

Pada Gambar 2.1 terlihat bahwa grafik yang terbentuk dari data tekanan uap PoH2O dengan suhu T(oC) secara teori adalah berupa suatu garis lurus yang meningkat dari kiri ke kanan yang menandakan bahwa kenaikan suhu sebanding dengan tekanan uap dari air (Smith, 2005).

Secara matematis dapat dilihat pada persamaan Antoine berikut :

ln Psat = A - (Perry, 1997)

Dimana : Psat = Tekanan uap ( Atm )

A, B, C = Konstanta parameter persamaan Antoine

T = Suhu ( oC )

2.2.2 Grafik Suhu -vs- xH2O (Teori)

Gambar 2.2 Grafik Suhu -vs- xH2O (Teori)

Pada gambar 2.2 terlihat bahwa fraksi mol cair H2O secara teori menurun seiring dengan bertambahnya suhu. Hal ini disebabkan pada suhu yang semakin tinggi di atas titik didih air 100oC, air sudah menguap sehingga jumlah air dalam bentuk cair makin sedikit. Akibatnya fraksi mol cair H2O semakin berkurang pula. Grafik yang diperoleh secara teori berupa grafik eksponensial yang semakin menurun (Perry, 1997).

Secara matematis dapat dilihat melalui rumus :

(Kenneth, 1993)

Dimana : μi* = Viskositas uap (Cp)

μio = Viskositas cairan (Cp)

T = Suhu (oC)

Pi = Tekanan (atm)

Ki = Tetapan Kesetimbangan

R = Bilangan Avogadro (0,08206 L.Atm/mol.K atau 8,314

L.Pa/mol.K

2.2.3 Grafik Suhu -vs- xH2O (Praktek)

Gambar 2.3 Grafik Suhu -vs- xH2O (Praktek)

Pada Gambar 2.3 ditunjukkan grafik suhu -vs- fraksi mol cair H2O yang diperoleh secara praktek. Grafik berupa garis lurus. Pada suhu yang semakin tinggi diatas titik didih H2O 100oC, H2O sudah menguap sehingga jumlah H2O dalam bentuk cair makin sedikit yang mengakibatkan xH2O semakin berkurang pula (Smith, 2005).

Berarti hasil percobaan yang diperoleh sesuai dengan teori dimana semakin tinggi suhu H2O maka semakin sedikitnya xH2O yang diperoleh, yaitu pada suhu 105 oC ; 107oC ; 109oC ; 111oC dan 113oC diperoleh xH2O masing-masing sebesar 0,967 ; 0,960 ; 0,954 ; 0,943 dan 0,939.

Dari percobaan yang telah dilakukan diperoleh bahwa fraksi mol cair H2O akan semakin menurun dengan adanya peningkatan suhu meskipun dari grafik terlihat adanya perbedaan fraksi mol cair H2O praktek dengan teori. Hal itu mungkin disebabkan oleh berbagai hal seperti berikut :

1. Pembacaan suhu termometer yang kurang tepat

2. Kurang terisolasinya rangkaian peralatan yang menyebabkan uap cairan keluar pada saat proses destilasi

3. Penentuan volume pentiter yang tidak tepat (kelebihan atau kekurangan)

4. Pengukuran volume dan massa cairan yang tidak tepat.

2.2.4 Grafik Suhu -vs- xHAc (Teori)

Gambar 2.4 Grafik Suhu -vs- xHAc (Teori)

Pada Gambar 2.4 ditunjukkan grafik suhu -vs- fraksi mol cair HAc yang diperoleh secara teori. Terlihat bahwa fraksi mol cair HAc secara teori bertambah seiring dengan bertambahnya suhu. Hal ini disebabkan pada suhu yang semakin tinggi di atas titik didih air 100oC, air sudah menguap tetapi asam asetat belum menguap. Akibatnya fraksi mol cair HAc semakin bertambah pula. Grafik yang diperoleh secara teori berupa grafik eksponensial yang semakin meningkat (Kenneth, 1993).

Secara matematis dapat dilihat melalui rumus :

(Kenneth, 1993)

Dimana : μi* = Viskositas uap (Cp)

μio = Viskositas cairan (Cp)

T = Suhu (oC)

Pi = Tekanan (atm)

Ki = Tetapan Kesetimbangan

R = Bilangan Avogadro (0,08206 L.Atm/mol.K atau 8,314

L.Pa/mol.K

2.2.5 Grafik Suhu -vs- xHAc (Praktek)

Gambar 2.5 Grafik Suhu -vs- xHAc (Praktek)

Dari Gambar 2.5 ditunjukkan grafik suhu –vs- fraksi mol cair HAc yang diperoleh secara praktek. Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan diperoleh bahwa fraksi mol cair dari asam asetat akan semakin meningkat dengan adanya peningkatan suhu, yaitu pada suhu 105 oC ; 107 oC ; 109 oC ; 111 oC dan 113 oC diperoleh xHAc masing-masing sebesar 0,033 ; 0,040 ; 0,046 ; 0,057 dan 0,061. Dapat dilihat bahwa untuk suhu yang semakin tinggi maka fraksi mol cair HAc akan semakin meningkat.

Berarti hasil percobaan yang diperoleh sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa suhu yang semakin tinggi di atas titik didih air 100 oC, air sudah menguap tetapi asam asetat belum menguap yang mengakibatkan fraksi mol asam asetat semakin bertambah pula (Kenneth, 1993).

2.2.6 Grafik Suhu – vs – yH2O (Teori)

Gambar 2.6 Grafik Suhu -vs- yH2O (Teori)

Pada Gambar 2.6 ditunjukkan grafik suhu -vs- fraksi mol uap air yH2O. Dapat dilihat bahwa fraksi mol uap H2O secara teori berkurang seiring dengan bertambahnya suhu. Hal ini disebabkan pada suhu 100oC (titik didih air), air sudah mulai menguap sedangkan HAc belum. Tetapi jika pemanasan terus dilanjutkan, maka pada suatu saat asam asetat akan mulai menguap juga. Akibatnya fraksi uap H2O akan berkurang karena adanya uap asamasetat yang tercampur dengan uap air (Smith, 2005).

Secara matematis dapat dilihat dari persamaan Hukum Roult berikut :

yiPo = xiPisat (Perry, 1997)

Dimana : Po = Tekanan uap (atm)

Pisat = Tekanan uap murni (atm)

x = Fraksi mol cair

y = Fraksi mol uap

Dan dari persamaan Antoine, P adalah

ln Psat = A - (Perry, 1997)

Dimana : Psat = Tekanan uap (atm)

A, B, C = Konstanta parameter persamaan Antoine

T = Suhu (oC)

2.2.7 Grafik Suhu -vs- yH2O (Praktek)

Gambar 2.7 Grafik Suhu -vs- yH2O (Praktek)

Dari grafik suhu -vs- fraksi mol uap air yang diperoleh secara praktek. Pada suhu 100 oC (titik didih air), air sudah mulai menguap sedangkan asam asetat belum. Tetepi jika pemanasan terus dilanjutkan, maka pada suatu saat asam asetat akan mulai menguap juga. Akibatnya fraksi uap air yH2O akan berkurang karena adanya uap asam asetat yang tercampur dengan uap air (Smith, 2005).

Berarti hasil percobaan yang diperoleh sesuai dengan teori dimana semakin tinggi suhu H2O maka semakin sedikitnya yH2O yang diperoleh, yaitu pada suhu 105 oC ; 107 oC ; 109 oC ; 111 oC dan 113 oC masing-masing diperoleh yH2O sebesar 0,981 ; 0,977 ; 0,974 ; 0,967 dan 0,965.

2.2.8 Grafik Suhu -vs- yHAc (Teori)

Gambar 2.8 Grafik Suhu -vs- yHAc (Teori)

Pada Gambar 2.8 dapat diketahui bahwa fraksi mol uap HAc akan semakin meningkat dengan bertambahnya suhu. Hal ini disebabkan karena titik didih asam asetat lebih besar dibandingkan dengan titik didih air karena pada suhu sekitar 100 oC asam asetat sudah menguap. Jika pemanasan terus dilanjutkan, maka asam asetat yang menguap akan semakin banyak. Akibatnya fraksi mol uap HAc akan semakin bertambah pula (Kenneth, 1993).

Secara matematis dapat dilihat dari persamaan hukum Roult sebagai berikut :

yiPo = xiPisat (Perry, 1997)

Dimana : Po =Tekanan uap (atm)

Pisat = Tekanan uap murni (atm)

X = Fraksi mol cair

y = Fraksi mol uap

Dan juga persamaan Antoine berikut ini :

ln Psat = A - (Perry, 1997)

Dimana : Psat = Tekanan uap (atm)

A, B, C = Konstanta parameter persamaan Antoine

T = Suhu (oC)

2.2.9 Grafik Suhu -vs- yHAc (Praktek)

Gambar 2.9 Grafik Suhu -vs- yHAc (Praktek)

Dari Gambar 2.9 ditunjukkan pada grafik suhu -vs- yHAc yang diperoleh secara praktek, dapat dilihat bahwa untuk suhu yang semakin tinggi maka fraksi mol uap HAc akan semakin meningkat.Pada suhu 100oC, asam asetat mulai menguap.Jika pemanasan terus dilanjutkan, maka asam asetat yang menguap akan semakin banyak yang mengakibatkan fraksi mol HAc dalam uap semakin bertambah pula (Smith, 2005).

Berarti hasil percobaan yang diperoleh sesuai dengan teori dimana semakin tinggi suhu HAc maka semakin banyak yHAc yang diperoleh, yaitu pada suhu 105 oC ; 107 oC ; 109 oC ; 111oC, dan 113 oC masing-masing diperoleh yHAc sebesar 0,019 ; 0,023 ; 0,026 ; 0,033 dan 0,035.

2.2.10 Grafik yH2O -vs- xH2O (Teori)

Gambar 2.10 Grafik yH2O -vs- xH2O (Teori)

Pada Gambar 2.10 grafik yH2O – Vs – xH2O secara teori terlihat bahwa semakin bertambahnya fraksi mol cair H2O maka semakin bertambah pula fraksi mol uap H2O. Dan sebaliknya, Fraksi mol uap H2O akan berkurang seiring dengan berkurangnya fraksi mol cair H2O. Dengan demikian grafik yang diperoleh adalah grafik yang berupa garis lurus yang semakin meningkat (Perry, 1997).

Secara matematis dapat dilihat dari persamaan hukum Roult :

yiPo = xiPisat (Perry, 1997)

Dimana : Po = Tekanan uap (atm)

Pisat = Tekanan uap murni (atm)

x = Fraksi mol cair

y = Fraksi mol uap

2.2.11 Grafik yH2O -vs- xH2O (Praktek)

Gambar 2.11 Grafik yH2O -vs- xH2O (Praktek)

Pada Gambar 2.11 grafik yH2O -vs- xH2O secara praktek terlihat bahwa hubungan fraksi mol uap H2O akan semakin meningkat apabila fraksi mol cair H2O juga semakin meningkat pula, yaitu pada xH2O 0,967 ; 0,960 ; 0,954 ; 0,943 dan 0,939 masing-masing diperoleh yH2O adalah 0,981 ; 0,977 ; 0,974 ; 0,967 dan 0,965.

Berarti, secara praktek diperoleh bahwa fraksi mol uap H2O sebanding dengan fraksi mol cair H2O. Hal ini sesuai dengan teori bahwa semakin bertambahnya fraksi mol uap H2O maka fraksi mol cair H2O akan semakin bertambah juga (Perry, 1997). Grafik yang diperoleh secara praktek berupa garis lurus yang semakin meningkat. Sedangkan secara teori grafik yang diperoleh berupa garis lurus yang semakin meningkat juga (Perry, 1997).

2.2.12 Grafik yHAc -vs- xHAc (Teori)

Gambar 2.12 Grafik yHAc -vs- xHAc (Teori)

Pada Gambar 2.12 grafik yHAc – Vs – xHAc secara teori terlihat bahwa semakin bertambahnya fraksi mol cair HAc maka semakin bertambah pula fraksi mol uap HAc. Dan sebaliknya, semakin berkurangnya fraksi mol cair asam asetat maka semakin berkurang pula fraksi mol uap asam asetat. Dengan demikian grafik yang diperoleh adalah grafik garis lurus yang semakin meningkat (Perry, 1997).

Secara matematis dapat dilihat dari persamaan hukum Roult sebagai berikut :

yiPo = xiPisat (Perry, 1997)

Dimana : Po = Tekanan uap (atm)

Pisat = Tekanan uap murni (atm)

x = Fraksi mol cair

y = Fraksi mol uap

2.2.13 Grafik yHAc -vs- xHAc (Praktek)

Gambar 2.13 Grafik yHAc -vs- xHAc (Praktek)

Secara praktek juga diperoleh bahwa hubungan fraksi mol uap HAc akan semakin meningkat apabila fraksi mol cair HAc juga akan semakin meningkat. Berarti, secara praktek diperoleh bahwa fraksi mol uap HAc sebanding dengan fraksi mol cair HAc. Hal ini sesuai dengan teori bahwa semakin betambahnya fraksi mol uap HAc maka fraksi mol cair HAc akan semakin bertambah juga (Perry, 1997). Grafik yang diperoleh secara praktek berupa garis lurus yang semakin meningkat. Sedangkan secara teori grafik yang diperoleh berupa garis lurus yang semakin meningkat juga (Perry, 1997).

BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Bahan

3.1.1 Asam asetat Glasial

A. Sifat fisika

1 BM : 60,05 gr/mol

2 Titik didih : 117,9 oC

3 Titik leleh : 16,6 oC

4 Temperatur kritik : 321,6 oC

5 Densitas : 1,049 gr/ml

6 Indeks bias : 1,3719

7 Spesifik grafity : 1,051 saat 20 oC

8 Viskositas (20 oC) : 1,12 cp

9 Spesific heat : 209,4 cal/gr oC (liquid)

0,487 cal/gr oC (solid)

10 Panas pembakaran : 209,4 kkal/mole

11 Panas pembentukan : 116,2 kkal/mole

B. Sifat Kimia

1 Dapat bercampur dengan air, eter, alkohol.

2 Tidak larut dalam karbon disulfida.

3 Merupakan asam lemah dalam larutan air (Ka = 1,8 x 10-5).

4 Asam asetat pekat bersifat korosif, menyebabkan luka bakar pada kulit.

5 Asam asetat dapat menetralisasi hidroksida alkali membentuk garam asetat.

6 Dapat mendekomposisi senyawa – senyawa karbonat dan beberapa sulfida, seperti seng, untuk membentuk garam asetat.

7 Dengan logam aktif, asam melepaskan hidrogen, membentuk garam dari logam tersebut.

8 Bersifat polar dengan momen dipol 0.

9 Merupakan pelarut yang baik bagi senyawa organik.

10 Melarutkan basa kuat menjadi ion asetat.

3.1.2 NaOH

A. Sifat Fisika

1 BM : 40 gr/mol

2 Titik didih : 139,6 oC

3 Titik leleh : 318,4 oC

4 Spesific gravity : 2,130 (pada 25oC)

5 Densitas : 2,13

6 Kelarutan dalam air : 0.42 bagian (0oC) dan 3.47 bagian (100oC)

7 Panas pembentukan : - 101,96 kkal/mole

8 Berwarna putih

B. Sifat Kimia

1 Merupakan basa kuat

2 Menyerap uap air dari udara bebas.

3 Bila direaksikan dengan asam akan menghasilkan garam.

4 Bersifat korosif terhadap kulit dan harus ditangani dengan hati – hati supaya kulit tidak terbakar.

5 Bereaksi dengan larutan garam dari semua jenis logam, mengendap dengan praktis kecuali dari logam alkali dan ammonium.

6 Larut dalam air, alkohol, gliserol.

7 Bersifat polar.

8 Pada temperatur diatas 1300oC, teroksidasi menjadi elemen pembentuknya.

9 Dalam larutan, NaOH terdisosiasi seluruhnya.

10 Non logam yang dapat bereaksi dengan Natrium hidroksida diantaranya adalah boron, silikon, pospor dan klorin.

3.1.3 Aquadest

A. Sifat Fisika

1 BM : 18 gr/mol

2 Titik didih : 100 oC

3 Titik beku : 0 oC

4 Titik lebur : 0oC

5 Densitas : 1 gr/ml

6 Indeks bias : 1,333

7 Viskositas : 0,01002 poise

8 Konstanta ionisasi : 10-4

9 Kapasitas panas : 1 kal/gr

10 Bentuk molekul padatnya adalah heksagonal

11 Tidak berbau dan tidak berasa.

B. Sifat Kimia

1 Bersifat polar dan pelarut yang baik untuk berbagai senyawaan polar.

2 Pelarut yang baik bagi senyawa organik.

3 Memiliki konstanta ionisasi yang kecil.

4 Tidak mengalami oksidasi yang kuat.

5 Menyebabkan korosi pada logam besi.

6 Memiliki aktivitas katalitik tertentu seperti oksidasi logam.

7 Oksidasi glukosa menghasilkan karbondioksida, air dan energi.

8 Tidak larut dalam berbagai senyawa non polar, seperti minyak.

9 Merupakan elektrolit lemah., mengionisasi menjadi H3O+ dan OH-.

10 Membentuk ikatan hidrogen antara atom hidrogen pada suatu molekul dengan atom oksigen pada molekul lain.

11 Air dapat dididihkan dibawah titik didihnya dengan memasukkan ke dalam suatu autoclave dengan penambahan temperatur.

12 Air dapat dibekukan dibawah titik bekunya dengan penambahan NaCl atau campuran ionisasi yang lain.

3.1.4 Phenoptalein [(C6H4OH)2C2O2C6H4].

A. Sifat Fisika

1 Berat molekul : 318,31 gr/mol

2 Titik lebur : 216 oC

3 Spesific grafity : 1,299.

4 Densitas : 1,299 gr/ml

5 Kelarutan dalam air : 0,2 / 100 bagian air (20oC)

6 Kelarutan dalam alkohol : 10 / 100 bagian alkohol (25oC)

7 Kelarutan dalam eter : 5,9 / 100 bagian eter

8 Susut pengeringan tidak lebih dari 1,0 %.

9 Kristal berwarna kuning pucat atau putih kekuningan.

10 Berupa serbuk hablur.

B. Sifat Kimia

1 Bersifat asam.

2 Stabil di udara.

3 Larut dalam etanol.

4 Agak sukar dalam eter.

5 Tidak larut dalam air.

6 Range pH 8 – 10.

7 Dalam asam tidak berwarna.

8 Dalam basa akan menjadi warna merah rosa.

9 Larutan tidak berwarna dalam larutan dengan jumlah alkali yang besar.

10 Merupakan hasil interaksi antara fenol dan phthalic anhidrad dalam suatu sulfat.

3.2 Peralatan

1 Labu destilasi

Fungsi : sebagai wadah larutan yanng akan diuapkan.

2 Termometer

Fungsi : sebagai pengukur temperatur labu destilasi.

3 Pendingin leibig

Fungsi : untuk mendinginkanuap destilat.

4 Gelas ukur

Fungsi : untuk mengukur volume zat-zat destilat.

5 Pemanas bunsen

Fungsi : sebagai sumber panas.

6 Kaki tiga

Fungsi : tempat bertumpu labu destilat.

7 Labu erlenmeyer

Fungsi : sebagai tempat penampungan dan pentiteran destilat.

8 Buret

Fungsi : sebagai alat mentiter larutan dengan NaOH.

9 Pipet

Fungsi : sebagai alat penyedot cairan.

10 Corong

Fungsi : sebagai alat memasukkan NaOH ke dalam buret.

11 Klem dan statif

Fungsi : sebagai penyangga pendingin leibig, labu destilat dan buret.

12 Piknometer

Fungsi : untuk menentukan massa larutan atau destilat.

Gambar 3.1 Rangkaian alat percobaan

Keterangan gambar:

  1. Labu destilasi
  2. Pendingin Leibig
  3. Temometer
  4. Erlenmeyer
  5. Buret
  6. Bunsen
  7. Kasa dan kaki tiga
  8. Statif
  9. Gabus

3.3 Prosedur

3.3.1 Prosedur Percobaan

1. Dibuat larutan NaOH 0,4 N sebanyak 400 ml

2. Diambil asam asetat glasial sebanyak 60 ml dan ditambahkan aquades sebanyak 120 ml dan masukkan kedalam labu destilasi.

3. Densitas larutan diukur dengan menggunakan piknometer

4. Dipipet 5 ml larutan dari labu destilasi dan dimasukkan kedalam erlenmeyer.

5. Ditambahkan phenolptalein sebanyak 3 tetes dan dititer dengan NaOH 0,4 N.

6. Lalu dititrasi hingga berubah warna menjadi merah rosa dan ukur volume NaOH yang digunakan.

7. Kemudian campuran biner dalam labu destilasi dipanaskan perlahan-lahan, hingga tetes pertama destilat keluar. Dicatat suhu tersebut.

8. Destilat ditampung dalam erlenmeyer setiap kenaikan dua derajat celcius.

9. Lalu destilat diukur volumenya dan ditentukan densitas.

10. Destilat tadi diambil sebanyak 5 ml, lalu ditambahkan 3 tetes phenolptalein dan dititer dengan NaOH, volume NaOH dicatat.

11. Selanjutnya destilat yang baru, ditampung dalam labu erlenmeyer yang lain dan lakukan hal yang sama dengan prosedur 10, 11, dan 12 sampai suhu larutan konstan.

3.3.2 Flowchart

Gambar 3.2 Flowchart Prosedur Percobaan Kesetimbangan Uap - Cair

DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, Wahyu. 2008. Produksi Paraxylene dan Terepthalic Acid. http://www.majarikanayakan.com. diakses pada 12 April 2009.

Denbigh, Kenneth. 1993. Prinsip-prinsip Keseimbangan Kimia. Jakarta : Universitas

Indonesia.

Perry, Robert. 1997. Perry’s Chemical Engineer’s Handbook. Edisi ke-7. New York: Mc Graw Hill Company Inc.

Smith, JM. 2005. Introduction To Chemical Engineering Thermodynamics Sixth

Edition. New York : The McGraw Hill Company Inc.